Pt Solid Gold Berjangka ~ kue keranjang legendaris di Solo
Pt Solid Gold Berjangka ~ kue keranjang legendaris di Solo
Imlek tidak lengkap tanpa kue kranjang, nah yang sudah tahu kue keranjang kami awetnya bisa setahun. Meski kerasnya kayak batu tapi masih enak."
Pt Solid Gold Berjangka ~ Maya Isyanawati (46) duduk bersander lesehan di ambang pintu. Sorot matanya tak pernah lepas mengawasi gagang telepon yang tergeletak di meja hadapannya. Begitu bunyi kring berdering, tangan kanannya lekas memegang bolpoin dan mencatat. "Halo. Dengan pusat kue keranjang Dua Naga Mas," ucap Maya setiap kali membuka percakapan dengan seseorang di ujung telepon.
Itulah kesibukan sehari-hari generasi ke tiga usaha pusat kue keranjang cap Dua Naga Mas tiap kali menjelang pergantian Tahun Baru Cina alias Imlek. Pesanan ratusan kilogram kue keranjang membanjiri rumah industrinya yang beralamat di Kampung Balong Mijen, kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Solo.
"Kalau sudah mau mendekati Imlek, bel krang kring. Sejak saya belum lahir, tahun 1970-an. Pertama orangtua mami saya, lalu mami saya. Ini saya sekadar membantu, sebab mami sedang kecapekan," ujar Maya, putri ketiga dari Suzana (72), sang pemilik kue keranjang cap Dua Naga Mas
Meski pelaku usaha kue keranjang semakin menjamur dengan menawarkan harga yang lebih murah, dia mengatakan, usaha turun temurun sejak 1970 ini masih setia meracik kudapan khas Imlek itu dengan cara tradisional.
"Misal mau bikin yang cepat, dan gampang jadinya ya bisa. Tapi yang sudah tahu kue keranjangnya kami itu yang awetnya bisa setahun sekali. Meski kerasnya kayak batu, tapi kalau sudah dimakan masih enak," katanya.
Disinggung resep tradisional itu, Maya mengaku, bahan baku kue keranjang atau Nian Gao dalam bahasa Tionghoa, adalah ketan dan gula pasir, tanpa campuran apapun.
"Prosesnya, gula pasir dan tepung ketan diadon jadi satu. Lalu ditimbang satu per satu dimasukkan ke selongsong. Kemudian dikukus ke dalam dandang selama 11-12 jam. Selama dikukus enggak boleh dibuka sama sekali," bebernya.
Dalam proses produksi itu, Maya tak mengerjakannya sendiri. Sebab, dalam sehari pesanan kue keranjang bisa mencapai satu ton. Sehingga dia melibatkan belasan pekerja musiman yang selalu berasal dari satu daerah, yakni Gemolong, Kabupaten Sragen. Bagi pekerja putri, mereka sigap mencetak adonan gula dan ketan ke dalam ribuan selongsong terbuat dari alumunium plastik berukuran 200 gram. Sedangkan pekerja pria, mereka menjaga nyali api di dua kompor besar yang total mampu menampung sekitar 750 kilogram cetakan kue keranjang.
"Mulai membuat adonan pukul 05.00 WIB pagi. Biasanya sehari bisa dua kali naik (dikukus). Kompor jangan sampai mati. Kalau terkena uap air atau terlalu lama dikukus juga bisa merusak tekstur kelekatan kue keranjang," timpal Anto (35) yang sudah bekerja musiman selama empat tahun di pusat kue keranjang cap Dua Naga Mas yang terletak di kampung pecinan Kota Solo ini.
Agar lebih awet, imbuh Maya, pihaknya menggunakan plastik mika sebagai wadah kue keranjang untuk menjauhkan dari jamur yang menempel. Meski ketika disimpan bagian kemasan luarnya dipenuhi jamur, namun kue berwarna coklat tua itu dia jamin tetap terjaga cita rasanya.
"Biasanya direndam ke dalam air. Jamurnya dikupas pakai pisau, lalu isinya dikukus. Itu pegawai saya masih menyimpan kue keranjang buatan tahun lalu," imbuhnya.
Mengenai harga, ia menuturkan, ada kenaikan seribu rupiah dari tahun lalu, menjadi Rp 28 ribu per kilogram. Adapun satu kilogramnya berisi lima kue keranjang seberat 200 gram sesuai cetakan selongsong.
"Kendala yang paling meresahkan tentu bahan baku. Ketika naik, tentu kami menyesuaikan harga penjualan, termasuk upah pegawai. Kalau pesanan ada yang datang dari perusahaan maupun perseorangan. Paling jauh Wonosari (Gunungkidul), dan Wonogiri. Ada juga yang dipaketkan ke Surabaya. Tapi langsung dikirim si pemesan, karena kami enggak berani terima paketan," pungkas Maya.
baca Disclaimer
BACA JUGA
Komentar