Life of Chery
PT.SolidGoldSemarang~Suara gemuruh mulai terdengar. Awan hitam telah menutupi langit yang tampak indah beberapa saat lalu. Hawa dingin mulai terasa menembus kulit hingga menusuk ke tulang-tulang. Beberapa orang mulai berlari perlahan mencari tempat berteduh, berlindung dari hujan yang mulai turun. Tapi tidak denganku, aku ingin menikmati hujan aku ingin hujan mengguyurku terus menerus hingga aku puas. Aku ingin menangis di tengah derasnya hujan, aku ingin berteriak sekeras-kerasnya. Karena hujan akan menyatu dengan tangisku. Membawa air mata ini pergi bersamanya.
—
Pikiranku menerawang jauh ke masa lalu. Ya, tepat pada hari itu, hari yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Tepat di hadapan kedua mataku, di rumahku yang selalu penuh canda tawa antara aku dan Ayah karena hanya dialah yang aku miliki. Seseorang masuk menggunakan penutup kepala alias topeng. Hanya dalam hitungan beberapa detik Ayahku telah bersimbah darah di hadapanku. Orang itu menembaknya tepat di jantung. Ayahku pun meninggal dan aku hanya sendiri, terkurung dalam sepi. Aku tidak tahu apa penyebab Ayahku dibunuh. Sebab Ayah adalah orang yang baik. Yang kutahu dan yang kuinginkan selama sisa hidupku adalah membunuh Iblis yang telah menembak ayahku. Dia manusia, tapi bagiku Iblis! Kalau dengan membunuhnya aku akan disebut Iblis juga, aku tetap akan melakukannya.
—
Namaku Chery. Aku adalah mahasiswi di salah satu Universitas swasta di Medan. Setahun telah berlalu semenjak kematian Ayahku. Saat ini aku semester 2. Selama setahun ini aku membiayai hidupku dengan tabungan Ayahku. Sekarang tabungan tinggal sedikit bahkan hampir habis. Aku mengambil jurusan kedokteran karena itu adalah cita-citaku dari kecil. Aku akan melakukan apapun agar cita-citaku terwujud. Aku bingung bahkan kehabisan akal untuk mencari dana buat kuliahku.
Saat ini hidupku mulai berubah. Sudah seminggu lamanya aku tidak masuk kuliah karena pembayaran uang kuliah yang tidak bisa kubayar. Tiada hari yang kulakukan tanpa menangis dan menangis. Seluruh teman tak ada yang bisa diandalkan. Semuanya menjauh. Dan tepat pada hari ini aku menerima surat dari kampus bahwa uang kuliah harus dilunasi selama 3 hari ke depan. Aku semakin terpuruk, tak ada yang bisa kulakukan. Ya Tuhan sampai kapan cobaan ini harus kujalani. Aku tak sanggup bila menjalaninya sendiri.
—
Begitu melelahkan
tak bisa diungkapkan dengan kata-kata
semua terasa membosankan
jiwa ini seakan telah mati
hidup ini sangat menyedihkan
Mengingat beberapa kisah indah
mampu membuatku sedikit tersenyum
namun disaat mengkhayalkan tentang masa depan
raut wajah akan murung, kesal, bahkan benci
karena tak menunjukkan setitik harapan kecil sekalipun
Aku sudah lelah dan tak mampu
aku akan diam dan membiarkanku
bermain dengan pikiranku sendiri
yang jelas pikiranku sedang tak menentu
tapi tak ada yang bisa kuperbuat saat ini
Aku tersesat dalam diamku
—
Hari Pertama
Sebuah keputusan yang kutahu salah. Tapi aku telah memilihnya. Ya, itu sudah kepusanku. Semua demi cita-citaku. Malam ini aku mendandani diri secantik mungkin. Dengan langkah yang penuh ragu. Hati yang terasa teriris dan tersayat-sayat aku tetap melangkah dan sampai pada tujuanku. Ya, di sebuah pinggir jalan.
Di sekelilingku tampak beberapa wanita yang penampilannya hampir sama denganku. Tampak seseorang tengah berbicara dengan pengemudi mobil mewah yang baru saja berhenti di depannya, dan dalam hitungan menit mereka telah pergi. Aku sangat takut! Takut sekali!
Tak berapa lama kemudian berhentilah sebuah sepeda motor tepat di depanku. Aku memperhatikannya. Tampaknya dia seumuran denganku. Seluruh badanku mulai bergetar tak karuan.
“Hay.. Kamu baru ya disini?”
“I i iyaaa.” kataku terbata-bata.
“Ya udah yuk naik!”
Aku pun naik. Kami pun pergi ke suatu hotel terdekat. Sesampai di hotel kami pun berkenalan.
“Nama kamu siapa?”
“Che.. chery ”
“Loh kok gugup gitu, santai aja. Panggil aja aku Jack”
Seluruh tubuhku bergetar. Aku mulai merasa sesak di dada. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Tiba-tiba aku merasa takut. Apa aku harus lari? Tidak! Ini semua demi masa depanku. Lelaki yang ada di depanku saat ini sebenarnya tidak menakutkan. Umurnya sekitar 22 atau 23. Wajahnya juga tampak tidak seram, tapi dingin, aku bisa lihat itu di matanya.
“Apa kita bisa mulai sekarang?” tanyanya. Namun aku hanya diam tak berkata sepatah katapun.
“Kelihatannya kamu tampak ketakutan, apa ada yang salah dengan saya?” tanyanya dan ia pun mendekat.
Aku tak tahan lagi. Ketakutan mengalahkanku. Air mataku mengalir tanpa henti. Mungkin sekitar 15 menit aku menangis, dan lama kelamaan reda. Saat aku menagis dia hanya diam terpaku menatapku. Aku tak tahu apa yang dipikirkannya.
“Kenapa kau menangis, kalau tidak suka denganku tidak apa-apa. Aku bisa mencari wanita lain!”
“Bukan.. bukan itu masalahnya” aku mulai berbicara.
“Trus? Ayo jelaskan!”
“Aku… aku… belum pernah.”
“Maksud kamu?”
“Aku masih suci. Aku masih per*wan.”
“Apa…?” Secepat kilat tangannya mendarat di pipiku. Sakit, sangat sakit. Tak terasa air mataku mulai membanjiri pipiku lagi.
“Aku tidak tahu haru dapat uang darimana. Semuanya kulakukan untuk membayar uang kuliahku setahun kedepan.” kataku sambil terisak.
“Jadi hanya karena itu? Hanya itu?” dia membentakku. Mungkin aku orang jahat, mungkin aku sampah di matamu, tapi aku masih punya hati. Aku gak akan tega merusakmu. Kelihatannya juga kamu orang baik-baik. Nih aku ada uang tapi cuma lima ratus ribu. Aku tidak akan nyuruh kamu ngapain-ngapain.
“Maaf jika kamu memberi segitupun tidak akan mengurangi bebanku. Aku butuh sepuluh juta dan waktunya tinggal dua hari lagi.” Aku kembali menangis. Jack mendekat, ia memelukku, dan entah kenapa aku membiarkannya. Aku merasa nyaman di pelukannya. Padahal aku tahu mungkin dia bukan orang baik.
“Ayo aku antar pulang, simpan uang itu. Hanya itu yang aku punya. Kalau sekarang kau ingin menjual dirimu aku tidak akan membiarkannya. Ayo pulang.” Dia merangkulku, membawaku pulang menggunakan sepeda motornya. Sampai di persimpangan rumahku, aku menyuruhnya berhenti. “Udah sampai disini aja, rumahku udah dekat kok.” kataku kemudian turun dari motornya.
Ada yang aneh, wajahnya kelihatan pucat.
“Rumahmu di sebelah mana cher?”
“Itu di sebelah kiri, kira-kira 100 meter lagi”
“Ohh, yakin gak mau kuantar sampai rumah?”
“Iya sampai sini aja gak papa.”
“Ok kalau begitu aku pulang ya, kamu besok ada acara gak?” tanyanya.
“Enggak, emang kenapa?”
“Besok jalan yuk..”
“Emmm iya.” aku menerima ajakannya karena emang besok aku tidak kemana-mana.
“Kalau gitu besok pagi jam 10:00 kita jumpa disini ya katanya.
“Ok. Jangan telat ya.” kataku sambil senyum padanya.
“Iya, ya udah aku pulang ya cher, sampai jumpa besok.” katanya kemudian menyalakan motornya.
“Iya hati-hati di jalan, sampai jumpa besok.”
“Iya sampai jumpa besok.”
Dia pun pergi sambil melambaikan tangannya.
Aku merasa sedih sekaligus senang. Hampir saja aku kehilangan harga diriku. Gimana kalau aku tidak berjumpa dengannya? Gimana kalau yang tadi orang lain? Aku bersyukur jumpa dengannya.
Hari Kedua
Paginya aku pergi kepersimpangan dekat rumahku karena kami sudah janji. Sesampainya disana aku tak menyangka dia udah disitu menungguku. Aku pun mengajaknya ke rumahku.
“Kamu tinggal sendiri Cher?”
“Ya begitulah.”
“Ibu atau saudara-saudara kamu kemana?”
“Ibuku meninggal saat melahirkan aku” tanpa kusadari air mataku menetes mengingat masa lalu. Aku jadi kembali teringat dengan Ayah. “Hmmm kamu tidak menanya tentang Ayahku..?” tanyaku.
“Ehhh ehmmm ii iya Ayah kamu kemana?” katanya gugup.
“Setahun lalu ayahku dibunuh di rumah ini, dia ditembak dan pelakunya belum ditemukan sampai saat ini. Aku ditinggal sendiri, dan selama setahun ini aku hidup sebatang kara. Padahal Ayahku orang yang baik, dia satu-satunya keluarga yang kumiliki. Tapi pembunuh itu mengambilnya dariku. Pembunuh itu Iblis bagiku, setiap hari aku tidak lupa berdoa buat kematian Iblis itu.” aku kembali menangis. Aku melihat Jack dan tampaknya dia meneteskan air mata mendengar ceritaku.
“Maaf kalau aku membuatmu ikut bersedih.”
“Tidak apa-apa aku hanya terharu dengan ceritamu. Daripada kita diam dan hanya bersedih disini bagaimana kalau kita pergi sekarang aja.”
“Kemana?”
“Udah ayo ikut aja. Kamu pasti gak akan nyesal deh.”
Kami pun pergi, perjalanan sekitar hampir 2 jam. Kami pun sampai, tak kusangka dia membawaku ke tempat sangat indah. Kami berasa di daerah pegunungan, aku senang bangat. Baru kali ini aku jalan sama cowok, dan sepertinya Jack orang yang baik dan yang tepat buatku.
“Gimana, kamu suka?”
“Aku suka, aku senang bangat, makasih ya Jack.”
“Aku sering ke tempat ini kalau lagi ada masalah, hatiku akan terasa nyaman kalau berada disini.”
Kami pun banyak menceritakan kisah kami. Dari yang suka hingga duka. Walau begitu Jack selalu mampu membuatku tersenyum dikala sedih. Senyumnya serta hangatnya sinar di matanya membuatku ingin selalu bersamanya. Aku merasakan ada suatu perasaan yang baru muncul di hatiku. Perasaan yang belum pernah kurasakan. Sekitar 20 menit kami terdiam membisu. Menikmati pemandangan dan bermain dengan pikiran masing-masing. Tanpa disadari aku memeluk Jack. Mungkin mulai saat ini canda dan tawaku yang telah hilang akan kutemukan kembali karenanya.
“Cher…” katanya membuyarkan lamunanku.
“Ya ” jawabku.
“Kita tidak tahu apa yang terjadi kedepannya.”
“Maksudmu? Aku gak ngerti Jack.”
“Seandainya aku gak ada lagi, seandainya kau sendiri lagi kau harus tetap kuat ya. Berjanjilah jangan pernah menangis kalau aku pergi. Berjanjilah selalu tersenyum setiap hari dan tinggalkan semua kesedihanmu. Dan satu hal yang kuminta, tolong maafkan semua kesalahanku.” katanya sambil meneteskan air mata.
“Selama setahun hidupku sendiri, tak ada yang menemani. Semuanya hambar Jack. Tapi baru 2 hari aku mengenalmu, aku merasakan hal yang berbeda. Tapi aku masih bingung dengan perasaanku. Namun yang kutahu aku senang berada di dekatmu. Jangan pernah tinggalkan aku Jack. Maukah kau selalu menemaniku Jack?”
“Tentu saja Cher, mulai sekarang kita akan selalu bersama. Aku akan selalu menemanimu saat dalam keadaan apapun.” kata Jack sambil tersenyum padaku.
“Mungkin kau Malaikat yang dikirim Tuhan buatku Jack.” kataku dalam hati
“Chery besok adalah waktu pembayaran kuliahmu terakhir kan. Tepat pukul 12:00 siang tunggu aku di depan kampusmu. Mungkin besok aku ada rezeki. Akan kupastikan aku datang.”
“Tapi darimana kamu mendapatkan uang sebanyak itu?”
“Gak usah dipikirin, yang penting kamu tunggu aja aku oke,” kata Jack sambil mengedipkan mata.
Hari ke 3
Aku bersiap-siap hendak menuju ke kampus. Tapi entah kenapa ada perasaan yang aneh. Aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Aku berdoa semoga firasatku tidak benar. Aku pun segera menuju ke kampus. Pukul 11:50 aku sudah sampai di depan kampus. Aku menunggu Jack dan janjinya.
Tak disangka aku melihat Jack dari kejauhan. Ia berlari menghampiriku. Ia sampai tepat pukul 12:00, dengan nafas terputus-putus seperti orang lari maraton. “Jack kamu kenapa, habis darimana?”. “Udah gak usah banyak tanya, ambil ini dan masuk ke kampus. Bayar segera uang kuliahmu, cepat sana!! Jack menyerahkan sebuah amplop yang berisi uang. Aku pun langsung menuruti perkataannya.
Aku pun masuk ke kampus meninggalkannya. Kembali firasat buruk itu datang. Beberapa pertanyaan mulai mengganggu kepalaku ditambah pikiranku mulai aneh-aneh. Ada apa dengannya? Darimana dia mendapatkan uang ini? Mungkinkah…? Ada kejanggalan yang kurasakan di hatiku. Ah tidak mungkin, dia orang yang baik. Aku sempat berpikir dia mencuri uang ini. Tapi kutepis semua pikiran burukku. Aku melangkah perlahan-lahan, antara senang dan terharu.
Aku pun sampai tepat di pintu masuk kampus. Aku menoleh ke belakang memastikan Jack masih menungguku depan kampus. Aku melihatnya, dia tersenyum padaku. Hatiku sedikit lega Jack masih disana menungguku.
Segera aku pergi ke ruang Administrasi, aku pun membayar uang kuliahku. Aku senang banget akhirnya aku bisa melanjutkan kuliahku. “Terima kasih Jack, aku tidak tau dengan apa aku harus membalas kebaikanmu.” kataku dalam hati. Tanpa kusadari air mataku jatuh membasahi pipiku. Aku bahagia mengenalnya. berkali-kali aku mengucap syukur pada Tuhan.
Setelah selesai pembayaran uang kuliah aku pun kembali menemui Jack. Aku ingin mengucapkan banyak terima kasih. Ingin rasanya memeluknya saat ini. Satu keinginan yang sangat besar, ingin ku mengungkapkan bahwa aku mencintainya. Aku tak berharap dia menerimaku, namun aku tidak pernah ragu. Aku yakin dia memiliki perasaan yang sama.
Aku berlari ingin menemuinya, sampai tepat di pintu kampus langkahku berhenti, jantungku berdekup kencang, seluruh badanku bergetar. Tepat di gerbang kampus banyak sekali kerumunan orang. Aku takut, apa yang terjadi, karena tepat disitu jugalah Jack menungguku. Aku berjalan, sangat berat kurasa. Mataku mencari-cari Jack di kerumunan, tapi sepertinya tak ada. Sesampai di kerumunan, aku menanyakan pada salah satu mahasiswa di belakang kerumunan.
“Maaf, apa yang terjadi disini?”
“Baru saja ada orang yang ditembak orang tak dikenal, pelakunya kabur.”
“Siapa yang ditembak?” tanyaku makin gugup.
“Seorang pria, sepertinya bukan mahasiswa sini.”
Siapa yang ditembak? Dimana Jack? Badanku semakin bergetar, aku tidak kuat melihat siapa yang ditembak, tapi rasa penasaran mengalahkan semuanya. Hingga akhirnya aku pun menerobos kerumunan dan melihatnya.
“Jaaackkk…” teriakku karena orang yang terkapar itu adalah Jack.
Aku langsung memeluknya, dia bersimbah darah, ditembak tepat di dada.
“Tolong panggilkan Ambulan!!” teriakku kuat sambil menangis. Jack masih hidup, dia menatapku seakan ingin mengatakan sesuatu. Tangannya memegang tanganku.
“Cher berhenti menangis, aku tak pantas kau tangisi, aku tak akan tertolong, waktuku tak lama lagi.” katanya dengan suara berat. Aku hanya memeluknya, aku hanya menangis.
“Cher… maa maafkan aku” katanya sambil menyerahkan selembar kertas padaku. Kemudian seluruh badannya tidak bergerak, matanya tertutup, dan nafasnya berhenti. Aku menangis sekuat-kuatnya. Jack telah tiada, dia menghembuskan nafas terakhir tepat di pelukanku. Tak lama kemudian Ambulan datang dan pergi membawa Jack. Bersamaan dengan berhentinya nafasnya, tak akan ada lagi senyum indahnya. Hilang sudah lembut sinar di matanya.
—
D irumah aku membuka selembar kertas yang diberikan Jack sebelum kepergiannya.
Dear Chery
Jelas aku sudah tak ada ketika kau membaca surat ini.
Aku tak sanggup mengatakan langsung kepadamu, sehingga aku hanya mampu mengatakannya melalui surat ini. Aku ingin mengakui sesuatu Cher, aku mohon baca suratnya sampai selesai.
Cher, akulah Iblis yang kau cari-cari selama ini. Ya, benar, akulah yang membunuh ayahmu. Satu-satunya orang yang kau miliki. Ayah yang sangat kau sayangi. Mungkin akulah orang yang paling berdosa, aku sendiri tak mampu memaafkan diriku. Jadi aku tidak berharap kau memaafkanku karena tidak sepantasnya aku dimaafkan. Mungkin alasan apapun yang kukatakan tidak akan membuatmu memaafkanku. Tapi aku merasa kau harus mengetahuinya. Aku disuruh membunuh ayahmu oleh saingan bisnis ayahmu. Saat itu aku sangat membutuhkan uang Cher. Ibuku terkana tumor dan harus segera dioprasi, aku meminjam uang kepadanya dengan syarat membunuh. Awalnya aku tidak menyetujuinya, tapi keadaan Ibuku semakin parah dan keadaan mendesakku melakukannya. Sejak saat itu aku tak mampu memaafkan diriku sendiri hingga akhirnya bertemu denganmu. Semua yang kulakukan hanya untuk membantu, bukan mengharapkan agar kau maafkan. Uang yang kudapat untuk membayar uang kuliahmu adalah dengan menjadi pembunuh bayaran lagi. Tepat di bawah tempat tidurmu aku meletakkan kotak berisi uang. Mungkin bisa membiayai hidupmu untuk beberapa waktu kedepan. Maaf kan aku cher, tapi hanya itu yang bisa kulakukan. Dan targetku adalah seorang preman yang cukup terkenal. Aku tau itu sangat berbahaya. Tapi aku rela melakukan apapun untukmu. Walaupun mungkin kau tidak akan memaafkanku, tapi sudah seharusnya aku minta maaf. Hanya itu yang bisa kulakukan. Sekali lagi aku minta maaf Cher. Aku harap kau bahagia.
Itulah isi surat darinya. Aku tak sanggup berkata apa-apa. Benar-benar diluar diguaanku sampai hati dan pikiranku tak dapat mencernanya. Selama tiga hari aku mengurung diri di rumah. Hingga akhirnya aku memutuskan pergi ke tempat peristirahatan terakhir Jack.
—
Jack, aku datang. Aku ingin melihat senyumanmu, kapan lagi aku bisa memandang hangatnya sinar matamu. Jack, mungkin setiap orang pernah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Aku tidak berhak menghakimimu, semoga kau tenang disana Jack. Aku sudah memaafkanmu. Dan asal kau tahu, aku sangat nyaman berada di dekatmu. Sebuah perasaan yang tak pernah kurasakan muncul di hatiku. I love you Jack. Kau akan selalu tinggal di hatiku dan akan menjadi kenangan terindahku.
Aku akan selalu mengingat pesanmu Jack.
Aku akan selalu tersenyum.
Wangi dan hangat tubuhmu masih membekas
Rasa ini akan selalu kusimpan walau kau tak pernah tahu
Aku tidak sendiri lagi walau kau telah tiada
Karena aku tahu
Kau tetap di dalam hatiku
Ku kan selalu merindukanmu
baca Disclaimer
Komentar