Suami Dipenjara, Sofi Berjuang Hidupi Anaknya yang "Hydrocephalus"
PT.SolidGoldSemarang~Ikhlas dan berpikir positif dengan apa yang digariskan Tuhan menjadi pegangan hidup So
fiyanti untuk terus bertahan hidup. Tidak ada alasan bagi wanita 28 tahun itu untuk mengeluh meski kesedihan sering merundung ketika melihat kondisi putri bungsunya, Mulyasari Ramadhani, yang menderita Hydrocephalus.
Kepala bocah 17 bulan itu semakin membesar akibat cairan yang membungkus otaknya. Praktis, tubuhnya lemah, hanya dapat berbaring di tempat tidur dan sesekali dipangku Sofi. Setiap malam, Sofi nyaris tidak pernah tidur nyenyak karena harus menemani Mulya, panggilan Mulyasari Ramadhani, yang menangis menahan sakit di kepalanya.
"Setiap malam menangis, mungkin kepalanya terasa sakit, kadang kepalanya panas, saya hanya bisa menggendongnya, tidak bisa berbuat apa-apa," tutur Sofi saat ditemui Kompas.com di kediamannya di Dusun Kalikalong Krajan 1, Desa Gandusari, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, Senin (16/2/2015).
Sofi menceritakan, penyakit yang diderita Mulya sudah sejak lahir. Anak keduanya ini lahir melalui operasi caesar pada 7 Juli 2013 lalu di RS Budi Rahayu, Kota Magelang. Selama proses kehamilan, kata Sofi, tidak ada hal-hal yang aneh. Ia rutin memeriksakan kehamilannya baik di puskesmas maupun bidan, termasuk rajin minum obat yang diberikan. Keanehan pada tubuhnya dirasakan saat masuk usia 7 bulan kehamilan.
"Usia 7 bulan kaki dan tangan saya membengkak. Kata bidan hal itu biasa terjadi pada wanita hamil. Tetapi setelah saya periksakan melalui USG diketahui kalau kepala janin saya membesar dan divonis hydrocephalus," ujar Sofi.
Menurut Sofi, saat pertama lahir, Mulya memiliki bobot 4,6 kilogram dengan diameter kepala 31 sentimeter. Namun kemudian bobot putri cantiknya itu terus turun hingga 3,9 kilogram, sedangkan lingkar kepalanya mencapai 71 sentimeter dan berat 10 kilogram. Kondis Mulya semakin memprihatinkan karena ia tidak bisa minum air susu ibunya (ASI) sendiri lantaran bibirnya menderita sumbing.
"Mulya tidak bisa minum ASI karena bibir sumbing, terlebih ASI saya juga tidak bisa keluar sehingga terpaksa saya beri susu formula. Usia 6 bulan Mulya mulai saya kasih makan, itu pun dengan bubur bayi instan, sebab saya coba makanan lainnya ia menolak, malah diare," ucap Sofi sembari membelai Mulya yang sedikit merengek di pangkuannya.
Suami dipenjara
Selama ini, Sofi hanya mampu berdoa dan ikhlas dengan kondisi anaknya. Sofi mengaku tidak bisa bekerja meninggalkan Mulya dengan kondisi seperti itu. Sedangkan sang suami, Nanung Nur Yula (26), saat ini ditahan di Mapolres Magelang Kota lantaran tersandung kasus percobaan pencurian sepeda motor di Kota Magelang belum lama ini.
"Saya sudah ingatkan suami agar mencari uang halal, tetapi mungkin pikirannya sedang kalut sampai mencoba mencuri motor. Sekarang jadi begini. Saya pernah ajak Mulya ke kantor polisi, siapa tahu bisa meringankan hukuman suami saya," ujar Sofi.
Karena suaminya ditahan, otomatis Sofi tidak memiliki pemasukan uang untuk kehidupan sehari-hari. Jangankan mengobati Mulya yang biayanya mencapai jutaan rupiah, untuk menyambung hidup, Sofi terkadang ikut membungkusi permen asem milik tetangganya atau mengutang ke sanak saudaranya.
Ditengah kesulitan ekonomi yang dihadapinya, Sofi juga masih harus menanggung biaya sekolah putri sulungnya, Frida Putri Lestari (8), yang masih duduk di bangku kelas II sekolah dasar.
"Apapun yang terjadi pada saya, Frida harus tetap sekolah dan mengaji, bagaimanapun caranya saya terus memberinya semangat. Kemarin Firda dapat rangking 5," kata Sofi bangga.
Sofi memang tidak pernah menunjukkan kesedihan di hadapan putri sulungnya itu. Ia justru mengajarkannya agar tidak pernah meminta-minta belas kasihan kepada siapapun. Sofi ingin anaknya mandiri dan Frida pun tampaknya begitu menyayangi adiknya yang sedang menderita. Setiap hari, kata Sofi, Frida yang membantu menjaga Mulya sementara ia mencuci pakaian.
"Saat saya terjaga, saat Mulya kejang-kejang karena kedingingan, Frida juga yang membantu menyelimuti," ucap Sofi yang mengatakan Mulya juga menderita hypometer atau kejang-kejang jika udara terlalu dingin.
Tak ada bantuan
Sofi mengaku, sejauh ini belum pernah ada perhatian dari pemerintah daerah setempat. Padahal letak rumah Sofi persis berada di belakang kantor Kepala Desa Gandusari. Sofi juga mengatakan, belum pernah mendapat jatah Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) atau sejenisnya. Ia yang tinggal di rumah sederhana milik mertuanya itu hanya mendapat Jampersal saat proses persalinan Mulya.
"Mulya tidak pernah mendapat imunisasi seperti bayi pada umunya, kalau ke posyandu hanya diukur kepalanya saja. Kalau saya tanya imunisasi, mereka (petugas) bilang, imunisasi itu untuk pencegahan, anak Anda ini sudah penyakitan," ucap Sofi menirukan petugas posyandu kala itu.
Sejak itu, Sofi memilih untuk tidak membawa Mulya ke Posyandu, terlebih kehadirannya dan Mulya hanya akan menjadi tontonan warga.
Sofi saat ini terus berusaha tegar, ia selalu mengambil sisi positif dari serangkaian peristiwa dalam hidupnya karena Sofi yakin Tuhan memiliki rencana yang indah untuk Mulya dan keluarga kecilnya kelak.
baca Disclaimer
fiyanti untuk terus bertahan hidup. Tidak ada alasan bagi wanita 28 tahun itu untuk mengeluh meski kesedihan sering merundung ketika melihat kondisi putri bungsunya, Mulyasari Ramadhani, yang menderita Hydrocephalus.
Kepala bocah 17 bulan itu semakin membesar akibat cairan yang membungkus otaknya. Praktis, tubuhnya lemah, hanya dapat berbaring di tempat tidur dan sesekali dipangku Sofi. Setiap malam, Sofi nyaris tidak pernah tidur nyenyak karena harus menemani Mulya, panggilan Mulyasari Ramadhani, yang menangis menahan sakit di kepalanya.
"Setiap malam menangis, mungkin kepalanya terasa sakit, kadang kepalanya panas, saya hanya bisa menggendongnya, tidak bisa berbuat apa-apa," tutur Sofi saat ditemui Kompas.com di kediamannya di Dusun Kalikalong Krajan 1, Desa Gandusari, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, Senin (16/2/2015).
Sofi menceritakan, penyakit yang diderita Mulya sudah sejak lahir. Anak keduanya ini lahir melalui operasi caesar pada 7 Juli 2013 lalu di RS Budi Rahayu, Kota Magelang. Selama proses kehamilan, kata Sofi, tidak ada hal-hal yang aneh. Ia rutin memeriksakan kehamilannya baik di puskesmas maupun bidan, termasuk rajin minum obat yang diberikan. Keanehan pada tubuhnya dirasakan saat masuk usia 7 bulan kehamilan.
"Usia 7 bulan kaki dan tangan saya membengkak. Kata bidan hal itu biasa terjadi pada wanita hamil. Tetapi setelah saya periksakan melalui USG diketahui kalau kepala janin saya membesar dan divonis hydrocephalus," ujar Sofi.
Menurut Sofi, saat pertama lahir, Mulya memiliki bobot 4,6 kilogram dengan diameter kepala 31 sentimeter. Namun kemudian bobot putri cantiknya itu terus turun hingga 3,9 kilogram, sedangkan lingkar kepalanya mencapai 71 sentimeter dan berat 10 kilogram. Kondis Mulya semakin memprihatinkan karena ia tidak bisa minum air susu ibunya (ASI) sendiri lantaran bibirnya menderita sumbing.
"Mulya tidak bisa minum ASI karena bibir sumbing, terlebih ASI saya juga tidak bisa keluar sehingga terpaksa saya beri susu formula. Usia 6 bulan Mulya mulai saya kasih makan, itu pun dengan bubur bayi instan, sebab saya coba makanan lainnya ia menolak, malah diare," ucap Sofi sembari membelai Mulya yang sedikit merengek di pangkuannya.
Suami dipenjara
Selama ini, Sofi hanya mampu berdoa dan ikhlas dengan kondisi anaknya. Sofi mengaku tidak bisa bekerja meninggalkan Mulya dengan kondisi seperti itu. Sedangkan sang suami, Nanung Nur Yula (26), saat ini ditahan di Mapolres Magelang Kota lantaran tersandung kasus percobaan pencurian sepeda motor di Kota Magelang belum lama ini.
"Saya sudah ingatkan suami agar mencari uang halal, tetapi mungkin pikirannya sedang kalut sampai mencoba mencuri motor. Sekarang jadi begini. Saya pernah ajak Mulya ke kantor polisi, siapa tahu bisa meringankan hukuman suami saya," ujar Sofi.
Karena suaminya ditahan, otomatis Sofi tidak memiliki pemasukan uang untuk kehidupan sehari-hari. Jangankan mengobati Mulya yang biayanya mencapai jutaan rupiah, untuk menyambung hidup, Sofi terkadang ikut membungkusi permen asem milik tetangganya atau mengutang ke sanak saudaranya.
Ditengah kesulitan ekonomi yang dihadapinya, Sofi juga masih harus menanggung biaya sekolah putri sulungnya, Frida Putri Lestari (8), yang masih duduk di bangku kelas II sekolah dasar.
"Apapun yang terjadi pada saya, Frida harus tetap sekolah dan mengaji, bagaimanapun caranya saya terus memberinya semangat. Kemarin Firda dapat rangking 5," kata Sofi bangga.
Sofi memang tidak pernah menunjukkan kesedihan di hadapan putri sulungnya itu. Ia justru mengajarkannya agar tidak pernah meminta-minta belas kasihan kepada siapapun. Sofi ingin anaknya mandiri dan Frida pun tampaknya begitu menyayangi adiknya yang sedang menderita. Setiap hari, kata Sofi, Frida yang membantu menjaga Mulya sementara ia mencuci pakaian.
"Saat saya terjaga, saat Mulya kejang-kejang karena kedingingan, Frida juga yang membantu menyelimuti," ucap Sofi yang mengatakan Mulya juga menderita hypometer atau kejang-kejang jika udara terlalu dingin.
Tak ada bantuan
Sofi mengaku, sejauh ini belum pernah ada perhatian dari pemerintah daerah setempat. Padahal letak rumah Sofi persis berada di belakang kantor Kepala Desa Gandusari. Sofi juga mengatakan, belum pernah mendapat jatah Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) atau sejenisnya. Ia yang tinggal di rumah sederhana milik mertuanya itu hanya mendapat Jampersal saat proses persalinan Mulya.
"Mulya tidak pernah mendapat imunisasi seperti bayi pada umunya, kalau ke posyandu hanya diukur kepalanya saja. Kalau saya tanya imunisasi, mereka (petugas) bilang, imunisasi itu untuk pencegahan, anak Anda ini sudah penyakitan," ucap Sofi menirukan petugas posyandu kala itu.
Sejak itu, Sofi memilih untuk tidak membawa Mulya ke Posyandu, terlebih kehadirannya dan Mulya hanya akan menjadi tontonan warga.
Sofi saat ini terus berusaha tegar, ia selalu mengambil sisi positif dari serangkaian peristiwa dalam hidupnya karena Sofi yakin Tuhan memiliki rencana yang indah untuk Mulya dan keluarga kecilnya kelak.
baca Disclaimer
Komentar